I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kegiatan
budidaya udang di Indonesia terus dikembangkan karena permintaan konsumen dari
waktu ke waktu mengalami peningkatan, terutama untuk memenuhi kebutuhan pasar
ekspor. Kebutuhan pasar dunia terhadap komoditas ini merupakan satu peluang
potensial yang dimiliki oleh sumberdaya alam Indonesia untuk menambah nilai devisa
negara dari sektor budidaya.Menurut Dirjen Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Victor P. H. Nikijuluw dalam Silalahi (2012), Nilai ekspor
udang pada tahun 2012 mengalami
kenaikan dua kali lipat dari tahun 2011 yaitu US$ 1,2 miliar
dengan volume sekitar 150.000 ton
menjadi US$ 2 miliardengan volume 300.000 ton.
Untuk mendukung revitalisasi dan peningkatan produksi udang vaname di
Indonesia maka diperlukan usaha pembenihanudang
vanameyang merupakan salah satu jenis udang introduksi,udang vanameakhir-akhir ini banyak diminati, karena memiliki keunggulan
seperti tahan penyakit, pertumbuhannya cepat (masa pemeliharaan 100-110 hari),
sintasan selama pemeliharaan tinggi dan nilai konversi pakan (FCR-nya) rendah
(1:1,3). Produksi udang vannamei dapat mencapai 835-1050 kg/ha/musim
tanam dengan sintasan 60-96%, ukuran panen antara 55-65 ekor/kg(KKP,
2012). Menurut Sujianto (2012) harga udang vaname mencapai sekitar Rp. 44.000 per kg dengan
isi 69 ekor.Dengan keunggulan
yang dimiliki tersebut, usaha pembenihan udang ini sangat potensi
dan prospektif pengembangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Persiapan Wadah
Pemeliharaan larva dilakukan
di Nucleus Centerdengan menggunakan bak beton berbentuk persegi
panjang dengan
ukuran 10 m3. Bak pemeliharaan larva dilengkapi dengan aerasi penuh pada
masing-masing bak. Sistem aerasi yang digunakan berupa
aerasi gantung dengan jarak 5 cm dari dasar bak untuk mencegah teraduknya
kotoran dan sisa pakan.Permukaan atas bak ditutup dengan
menggunakan plastik transparan untuk menjaga kestabilan suhu, suhu
pada media pemeliharaan berkisar antara 30-33°C.
Sebelum
digunakan, bak pemeliharaan dicuci dengan deterjen serta
clorin, kemudian dibilas dengan air tawar sampai bersih, lalu bak dikeringkan.
Setelah itu, bak diisi dengan air laut hingga 2/3 bagian.
Sehari sebelum naupli ditebar pada media pemeliharaan dilakukan pemberian EDTA
10 ppm.
Gambar 1 Bak pemeliharaan larva
B. Penebaran Naupli
Naupli dari ruang penetasan ditrasnsportasikan menuju Nucleus
Centeruntuk dilakukan pemeliharaan sampai ukuran postlarva (PL)
12.Penebaran naupli udang
vaname dilakukan pada pagi atau sore hari agar terhindar dari fluktuasi suhu
yang tinggi yang dapat menyebabkan larva stres dan mengalami kematian. Ukuran naupli yang ditebar yaitu N2-N3
denganpadat tebar 100 ekor/liter. Sebelum naupli dimasukkan ke bak pemeliharaan maka dilakukan
aklimatisasi terlebih dahulu sampai kondisi air (pH, suhu, alkalinitas, dll)
yang ada di dalam wadah transportasi sama dengan wadah pemeliharaan. Aklimatisasi dimaksudkan agar naupli
tidak stres.Nauplidiaklimatisasi dengan cara
mengalirkan air bak pemeliharaan nauplike
dalam baskom yang berisi naupli sedikit demi
sedikit. Proses aklimatisasi selesai jika baskom yang berisi nauplitelah tenggelam ke dalam air bak pemeliharaan.
Setelah penebaran dilakukan, bak pemeliharaan
ditutup dengan plastik transparan tembus cahaya agar suhu tetap stabil.
C. Pemberian Pakan
Udang vaname memiliki beberapa stadia, yaitu nauplii, zoea,
mysis, dan post larvae (PL). Setiap stadia memiliki ciri dan
tingkah laku yang berbeda. Fase udang saat awal menetas disebut nauplii1-6(kurang
lebih 2 hari) kemudian berkembang menjadi zoea 1-3 (3 hari), kemudian
tumbuh hingga fase mysis1-3 (3 hari), dan menjadi fase post larvae(PL1-12)
selama 12 hari. Ukuran pakan disesuaikan dengan bukaan mulut larva dan PL.
Pada masa awal pemeliharaan naupli
belum diberikan pakan sampai naupli berganti stadia zoea 1 baru dilakukan
pemberian pakan dengan pakan alami Chaetocerosdan pakan buatan. Pakan
alami Chaetocerosyang diberikan disesuaikan dengan kondisi plankton yang
ada di dalam media yaitu minimal 20.000 sel/ml. Pemberian pakan alami Chaetocerosdilakukan
sampai stadia mysis 3. Sedangkan pakan buatan yang diberikan berupa kombinasi
antara Fripak CAR CD 1 dengan Flake (70% : 30%) sampai stadia zoea 3. Pada
stadia mysis 1 – 3 diberikan pakan buatan berupa kombinasi antara Fripak CAR CD
2 dengan Flake (70% : 30%). Sedangkan untuk stadia postlarva (PL) pakan alami
yang diberikan yaitu berupa Artemia dan pakan buatan yang diberikan yaitu
kombinasi antara Inve PL dengan Flake (70% : 30%). Dosis pakan yang diberikan
dapat dilihat pada tabel 3. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 11 kali dalam
sehari dengan selang waktu dua jam ( Tabel 1 ).
Tabel 1. Jadwal pemberian pakan pada
larva udang vaname
Waktu
|
Jenis Pakan
|
|||
05.00
|
Pakan buatan
|
|||
07.00
|
Pakan buatan
|
|||
09.00
|
Pakan alami
|
|||
11.00
|
Pakan buatan
|
|||
13.00
|
Pakan buatan
|
|||
15.00
|
Pakan alami
|
|||
17.00
|
Pakan buatan
|
|||
19.00
|
Pakan buatan
|
|||
21.00
|
Pakan alami
|
|||
23.00
|
Pakan buatan
|
|||
01.00
|
Pakan buatan
|
ZZ
(a) (b) (c)
Gambar 2. (a) Frippak PL, (b) Frippak
CAR CD1 dan CD 2, dan (c) Flake
D. Pengelolaan Kualitas Air
Kualitas
air berkaitan erat dengan kondisi kesehatan udang. Kualitas air yang baik mampu
mendukung pertumbuhan udang secara optimal. Hal ini berhubungan dengan faktor
stres udang akibat perubahan kualitas air di dalam wadah budidaya. Beberapa
parameter kualitas air yang harus selalu dipantau yaitu suhu, salinitas, pH
air, kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen) dan amonia.
Parameter-parameter tersebut akan mempengaruhi proses metabolisme tubuh udang,
seperti keaktifan mencari makan, proses pencernaan, dan pertumbuhan udang
(Haliman dan Adijaya, 2005).
Pengelolaan
kualitas air dilakukandengan penambahan air pada stadia PL1-PL2 dan pergantian air
secara rutin setiap hari pada stadia PL3-PL12. Pergantian
air pada stadia PL3 dilakukan 30%, untuk stadia PL4-PL5 50%, stadia PL6-PL8
80%, dan PL9-PL12 100%. Selama stadia naupli sampai mysis tidak dilakukan
pergantian air karena ukuran larva masih kecil dan rentan dengan perubahan suhu
maupun kondisi perairan yang tiba-tiba. Pergantian air secara rutin dilakukan
untuk
menjaga kualitas air agar tetap baik dan layak bagi pertumbuhan larva serta
mencegah terjadinya akumulasi sisa bahan organik. Penyiponan juga
dapat dilakukan pada saat media pemeliharaan terlihat keruhuntuk menghindari
penumpukan bahan organik yang berasal dari kotoran dan
sisa pakan.
Suhu air harus tetap stabil, selama masa pemeliharaan suhu air berkisar
antara 30-33°C. Suhu merupakan salah satu
parameter fisika pada kualitas air. Pengukuran suhu pada bak larva ini
dilakukan dengan alat termometer yang telah terpasang pada tali diantara
aerasi. Pengukuran suhu air dilakukan setiap hari pada waktu pagi secara rutin
dengan tujuan agar selama pemeliharaan larva proses metabolisme dan
metamorfosis larva lancar. Suhu pada pemeliharaan larva berada pada kisaran
30°C – 33°C. Suhu pada kisaran ini merupakan suhu yang cukup optimal bagi
pertumbuhan larva udang vannamei. Hal ini sesuai dengan pendapat Haliman dan
Adijaya (2003), suhu optimal pertumbuhan udang antara 26-32°C.
Suhu berpengaruh langsung pada metabolisme
udang, pada suhu tinggi metabolisme udang dipacu, sedangkan pada suhu yang
lebih rendah proses metabolisme diperlambat. Bila keadaan seperti ini
berlangsung lama, maka akan mengganggu kesehatan udang karena secara tidak
langsung suhu air yang tinggi menyebabkan oksigen dalam air menguap, akibatnya
larva udang akan kekurangan oksigen (Haliman dan Adijaya, 2003). Dalam pemeliharaan larva, suhu air dipertahankan dengan cara menutup
bak dengan menggunakan plastik agar suhu air dapat terjaga pada kondisi yang
sesuai bagi pertumbuhan udang. Pengukuran kualitas air juga dilakukan
setiap minggunya, rata-rata salinitas pada media pemeliharaan yaitu 31-33 ppt,
sedangkan untuk pH yaitu antara 7-8.
E. Pengamatan Kondisi dan
Perkembangan Larva dan PL
Pengamatan kondisi dan
perkembangan larva dilakukan agar dapat mengetahui populasi untuk menentukan
banyak pakan yang diberikan serta mengetahui kondisi fisik (kesehatan) dan
perkembangan tubuh larva pada berbagai stadia.
Perkembangan
stadia larva udang vaname meliputi stadia naupli, stadia zoea, stadia mysis,
dan stadia postlarva. Stadia naupli merupakan stadia awal setelah udang menetas
dari telurnya, pada stadia ini larva
udang masih belum memiliki sistem pencernaan sempurna dan masih memiliki
cadangan makanan berupa kuning telur sehingga belum membutuhkan makanan dari
luar. Menurut Haliman dan Adijaya (2005) pada stadia ini, larva berukuran 0,32
- 0,58 mm dan stadia naupli terbagi atas enam tahapan (N1-N6) yang lamanya berkisar
antara 46-50 jam.
Menurut
Haliman dan Adijaya (2005) stadia selanjutnya adalah stadia zoea, stadia ini
terjadi setelah naupli ditebar di bak pemeliharaan sekitar 15-24 jam. Larva
sudah berukuran 1,05 - 3,30 mm. Pada stadia ini, benih udang mengalami moulting
sebanyak 3 kali, yaitu stadia zoea 1, zoea 2, zoea 3. Lama waktu proses
pengantian kulit sebelum memasuki stadia berikutnya (mysis) sekitar 4 - 5 hari.
Stadia zoea sangat peka terhadap perubahan lingkungan terutama kadar garam dan
suhu air. Zoea mulai membutuhkan pakan berupa fitoplankton (Chaetoceros)
Stadia
Mysis menurut Haliman dan Adijaya (2005) pada stadia ini, benih sudah
menyerupai bentuk udang yang dicirikan dengan sudah terlihat ekor kipas
(uropoda) dan ekor (telson). Mysis bersifat planktonis dan bergerak mundur
dengan cara membengkokkan badannya. Benih pada stadia ini sudah mampu menyantap
pakan fitoplankton dan zooplankton. Ukuran larva sudah berkisar 3,50 - 4,80 mm.
Stadia ini memiliki 3 substadia, yaitu mysis 1, mysis 2, mysis 3 yang
berlangsung selama 3 - 4 hari sebelum masuk pada stadia post larva.
Stadia
Post larva, menurut Haliman dan Adijaya (2005) pada stadia ini benih udang
sudah tampak seperti udang dewasa dan sudah mulai bergerak lurus ke depan. Fase
post larva sampai ukuran panen dimulai dari hari ke-11
sampai hari ke-21 yaitu PL 1 sampai PL 10. Stadia larva ditandai dengan
tumbuhnya pleopoda yang berambut (setae) untuk renang. Stadia larva bersifat
bentik atau organisme penghuni dasar perairan, pakan yang disenangi berupa zooplankton.
Pengamatan perkembangan stadia larva udang dilakukan
secara langsung (kasat mata) dengan mengambil sampel larva atau PL dari bak
pemeliharaan menggunakan backer glass kemudian diarahkan ke
cahaya untuk melihat kondisi tubuh larva, sisa pakan, pigmentasi, usus, dan
kotoran atau feses. Selain itu juga dilakukan pengamatan lebih detail lagi
dengan melakukan pengamatan di bawah mikroskop. Pengamatan ini dilakukan untuk
mengamati morfologi tubuh larva, pathogen maupun parasit yang menyebabkan larva
atau PL terserang penyakit.
|
|
|
|
|
F. Pencegahan Penyakit
Proses
pencegahan penyakit dilakukan melalui penerapan biosecurity, sanitasi,
dan pemberian obat. Biosecurity dilakukan dengan menyediakan air yang
diberi kalium permanganat (KMnO4)
atau kaporit (dosis 1-2 ppm) pada kolam depan pintu masuk ruangan. Sedangkan
sanitasi dilakukan dengan merendam peralatan baik yang belum terpakai maupun
yang telah terpakai dengan kaporit atau formalin.
Pencegahan
terhadap penyakit pada larva dilakukan dengan pemberian EDTA, treflan, serta
probiotik. EDTA diberikan sebanyak 2 ppm pada saat pergantian stadia yaitu
mulai dari stadia zoea, mysis, dan postlarva sampai pada PL5. EDTA berfungsi sebagai pengikat bahan organik, logam berat serta meminimalkan
protozoa yang ada di dalam media pemeliharaan. Pemberian treflan
dilakukandengan dosis 0,05 ppm, pemberian
treflan pada media pemeliharaan digunakan sebagai treatment membunuh jamur dan
bakteri yang merugikan. Probiotik
yang digunakan yaitu campuran antara Aquaenzyms dan molase dengan
dosis 1 ppm sampai stadia mysis serta 2 ppm pada stadia PL.
Pemberian probiotik digunakan untuk meningkatkan kekebalan
tubuh larva terhadap serangan patogen. Probiotik juga dapat menekan pertumbuhan
bakteri Vibrio harveyi melalui kompetitor dalam
pengambilan nutrisi. Jenis organisme yang umumnya
menyerang larva udang adalah golongan protozoa, jamur, bakteri, virus, dan
cacing.
(a)
(b) (c)
Gambar
4. (a) EDTA (b) Treflan (c) Probiotik (Aquaenzyms)
G. Sampling Pertumbuhan
Larva dipelihara selama
kurang lebih 1 siklus selama 20 hari sampai menjadi benih
yang siap dipasarkan yaitu berukuran PL10-PL12.Sampling dilakukan setiap
hari pada pukul 05.00 untuk mengetahui kondisi larva, keseragaman larva, serta
kepadatan larva. Sampling dilakukan pada empat titik untuk setiap bak
pemeliharaan, yaitu dengan pengambilan 1 liter air untuk setiap titik.
H. Pemanenan Benih
Tahap pemanenan dilakukan
setelah benih yang dipelihara sampai PL12.Langkah
– langkah pemanenan yaitu air disurutkan sebanyak 70%, selanjutnya benih diserok dengan menggunakan jaring berukuran sedang (seser) lalu ditampung
dibaskom.Kemudian dilakukan sampling untuk mengetahui jumlah benih
hasil panen. Setelah itu benih siap untuk di packing
perbandingan 1 : 3 antara air dan
oksigen. Kepadatan minimal benih yang dapat di-packingyaitu2.000 ekor per kantong. Sebelum dikemas suhu air yang ada pada
media diturunkan terlebih dahulu, suhu air berkisar antara 18-240C ,
hal ini dilakukan untuk menurunkan metabolisme benih saat ditransportasikan.
Selain itu pada setiap kantong diberi karbon aktif untuk mengikat amonia pada saat benih
ditransportasikan. Penghitungan benih dilakukan
dengan perhitungan kering yakni dengan menghitung benih dalam satu sendok
khusus (berlubang kecil sehingga yang terhitung hanya benih). Satu sendok benih
itu diletakkan di baskom berisi air lalu dilakukan perhitungan. Benih yang
sudah dikemas selanjutnya dimasukan ke dalam kotak styrofoam atau kardus dan diberi es batu di sela-sela plastik untuk
menjaga suhu selama proses pengiriman. Satu kotak styrofoam dapat diisi
8 kantong. Proses yang terakhir, kotak styrofoam ditutup dan disegel
dengan lakban sehingga isi styrofoam tidak tumpah dan terhindar dari
kontak udara.
No comments:
Post a Comment